Era Revolusi
Industri 4.0 ditandai peran teknologi mengambil alih hampir sebagian besar
aktivitas perekonomian. Menyambut Revolusi Industri 4.0, pemerintah telah
bergerak cepat dengan membuat peta jalan (roadmap) Making Indonesia 4.0.
Peta jalan yang
diluncurkan awal tahun lalu sebagai arah yang jelas dan langkah strategis untuk
menuju negara yang tangguh, guna mewujudkan Indonesia masuk 10 besar negara
ekonomi terkuat pada 2030. Terkait langkah tersebut, pengembangan lima sektor
industri manufaktur diprioritaskan pada awal implementasi Revolusi Industri
4.0.
Adapun lima
sektor industri manufaktur yang mendapat perhatian khusus dari pemerintah
meliputi industri makanan dan minuman, tekstil dan pakaian, automotif,
elektronik, dan kimia. Mengapa lima sektor industri mendapat prioritas
pengembangan khusus? Berdasarkan data dari Kementerian Perindustrian
(Kemenperin), sektor industri tersebut berkontribusi sebesar 60% terhadap
pendapatan domestik bruto (PDB), menyumbang 65% terhadap total ekspor selama
ini, dan sekitar 60% tenaga kerja industri ada pada sektor industri prioritas
itu.
Diharapkan
kelima sektor industri tersebut dapat menjadi tulang punggung dalam peningkatan
daya saing yang sejalan perkembangan Revolusi Industri 4.0. Era Revolusi
Industri 4.0 di satu sisi memang melenyapkan sejumlah jenis pekerjaan, namun di
sisi lain menghadirkan berbagai jenis pekerjaan baru.
Revolusi
industri keempat ini ditandai dengan meningkatnya konektivitas, interaksi, batas
antarmanusia, mesin dan sumber daya lainnya semakin konvergen melalui teknologi
informasi dan komunikasi. Setiap revolusi industri ditandai sejumlah momentum
yang menunjukkan perkembangan kehidupan manusia dari waktu ke waktu.
Tengok saja
revolusi industri pertama diwarnai penggunaan mesin uap yang menggantikan
tenaga manusia dan hewan. Lalu, revolusi industri kedua ditandai munculnya
konsep produksi massal diiringi pemanfaatan tenaga listrik. Selanjutnya,
revolusi industri ketiga mulai memanfaatkan teknologi otomasi pada kegiatan
industri.
Nah , menariknya
pada revolusi industri keempat ditandai pemanfaatan teknologi informasi dan
komunikasi secara optimal, tidak hanya sebatas proses produksi, tetapi juga
seluruh mata rantai industri sehingga menghasilkan model bisnis yang baru
berbasis digital. Semua proses tersebut menciptakan efisiensi yang tinggi dan
kualitas produk yang lebih bermutu.
Empat tahun
lalu, lembaga riset McKinsey sudah merilis bahwa dampak dari Revolusi Industri
4.0, 3.000 kali lebih dahsyat daripada revolusi industri pertama. Dampak secara
langsung sudah mulai terasa di tengah masyarakat dengan hadirnya sejumlah
startup atau perusahaan berbasis digital, yang membuat kehidupan lebih mudah
dan menggeser sejumlah jenis pekerjaan konvensional.
Tidak bisa dimungkiri, kehadiran revolusi industri keempat memang sebuah ancaman tersendiri bagi tenaga kerja saat ini. Hal itu diamini Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi B Sukamdani, yang menilai bahwa tenaga kerja yang terancam adalah mereka yang tidak memiliki keterampilan untuk beradaptasi dalam berbagai pekerjaan jenis baru.
Tidak bisa dimungkiri, kehadiran revolusi industri keempat memang sebuah ancaman tersendiri bagi tenaga kerja saat ini. Hal itu diamini Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi B Sukamdani, yang menilai bahwa tenaga kerja yang terancam adalah mereka yang tidak memiliki keterampilan untuk beradaptasi dalam berbagai pekerjaan jenis baru.
Karena itu,
harus ada langkah strategis dan terarah dalam mengantisipasi bila terjadi
ledakan jumlah tenaga kerja yang tidak terampil pada sektor formal. Tak ada
salahnya pemerintah mendengarkan saran dari pihak Apindo perlunya perubahan
pola pendidikan dan pola vokasi di negeri ini. Dibutuhkan keterampilan spesifik
berkaitan teknologi digitalisasi.
Memang,
menyiapkan tenaga kerja yang bisa beradaptasi dengan perubahan yang diakibatkan
oleh Revolusi Industri 4.0 adalah sebuah pekerjaan rumah tersendiri bagi
pemerintah. Beruntung, pemerintah dalam hal ini Kementerian Ketenagakerjaan
(Kemenaker), terus mempersiapkan tenaga kerja yang mampu beradaptasi, berdaya saing,
dan bertahan di tengah perubahan dunia kerja.
Pihak Kemenaker mengklaim telah mengeluarkan sejumlah kebijakan dan program berkaitan peningkatan akses dan mutu pelatihan vokasi sebagai upaya mencetak sumber daya manusia (SDM) yang kompeten dan berdaya saing. Sementara itu, pihak Kemenperin mengandalkan sejumlah program pendidikan dan pelatihan vokasi. Sebut saja, pendidikan vokasi yang link and match antara industri dan sekolah menengah kejuruan.
Kompetensi SDM
dalam menyongsong Revolusi Industri 4.0 tidak bisa ditawar lagi. Kompetensi SDM
terkait perubahan dunia kerja adalah kunci sukses bila tidak ingin menjadi
penonton dalam Revolusi Industri 4.0 di mana terjadi perubahan yang begitu
cepat dan masif.Kita berharap kehadiran roadmap Making Indonesia 4.0 yang sudah
menjadi agenda nasional bisa menjadi pegangan yang konsisten. Tentu, sukses
menyambut Revolusi Industri 4.0 bukan tugas pemerintah semata, tetapi
dibutuhkan dukungan segenap komponen bangsa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar